Sabtu, 01 Desember 2012

Chip Dapat Menurunkan Penipuan Kartu Kredit





Chip Dapat Menurunkan Penipuan Kartu Kredit
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA---Bank Indonesia mengklaim aturan penggunaan chip pada Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)  telah menurunkan penipuan (fraud) hingga 30 persen. Seluruh penerbit kartu kredit diwajibkan menggunakan chip sejak 2010. “Kalau pencegahan fraud, sudah ada aturan chip. Setelah aturan itu, fraudnya turun 30 persen, “ ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas, di sela seminar Pencegahan dan Penanganan Kejahatan pada Layanan Perbankan Elektronik, di Jakarta, Kamis (5/7).
Jumlah kasus penipuan APMK berdasarkan catatan bank sentral pada Mei 2012 mencapai 1.009 kasus. Nilai kerugian dari kasus penipuan tersebut mencapai Rp 2,37 miliar. Jenis penipuan yang paling banyak terjadi pada pencurian identitas dan card not present (penipuan tanpa kartu) dengan masing-masing sebanyak 402 kasus dan 258 kasus. Kedua kasus tersebut menyebabkan kerugian masing-masing senilai Rp 1,14 miliar dan Rp 545 juta.
Dengan jumlah kasus penipuan tersebut, peringkat fraud Indonesia berdasarkan data Mastercard berada di posisi kedua terendah di Asia Pasifik. Sedangkan, berdasarkan data Visa, peringkat fraud Indonesia berada di posisi ketiga terendah di Asia Tenggara, di bawah Singapura dan Malaysia.
Ronald mengungkapkan ada lima titik rawan dalam keamanan dan kasus kejahatan terkait layanan perbankan elektronik. Lima titik rawan yang dikaji Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) tersebut antara lain terkait dengan kerawanan prosedur perbankan. Hal itu menyangkut lemahnya proses identifikasi dan validasi calon nasabah sehingga identitas mudah dipalsu.
Fisik kartu juga menjadi titik rawan dalam keamanan APMK. Kartu ATM yang digunakan bank saat ini merupakan jenis magnetic stripe card yang tidak dilengkapi pengaman chip. Dengan begitu, skimming Private Identity Number (PIN) mudah dilakukan.

Pendapat saya tentang penipuan kartu kredit ini yaitu dengan harusnya berhati-hati dalam pemakaiannya, PIN nya harus dipastikan safety dan saat menggunakan tidak menyebutkan no rekening secara detail .
Sebaiknya dalam penggunaan kartu kredit tidak dilakukan secara online dan tidak mencantumkan email, karena sangat berbahaya sehingga seseorang isa mengirim pesan bohong terhadap si pengguna.

‘’Perlunya kode etik bagi profesi’’




Kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama, tanpa kode etik maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki sikap atau tingkah laku yang berbeda – beda yang dinilai baik menurut anggapannya sendiri dalam berinteraksi dengan masyarakat atau organisasi lainnya. Tidak dapat dibayangkan betapa kacaunya apabila, setiap orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik dan mana yang buruk menurut kepentingannya masing – masing, atau bila perlu menipu dan berbohong dalam bisnis seperti menjual produk yang tidak memenuhi standar tetap dijual dianggap sebagai hal yang wajar (karena setiap pebisnis selalu menganggap bahwa setiap pebisnis juga melakukan hal yang sama). Atau hal lain seperti setiap orang diberi kebebasan untuk berkendara di sebelah kiri atau kanan sesuai keinginannya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan Negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur, dan terukur.
Di dalam KAP sendiri memuat setidaknya ada tiga aturan yang memuat aturan atau standard – standart dalam aturan auditing yaitu: prinsip etika, aturan etika dan interpretasi aturan etika. Dan dalam kesempatan ini saya akan mendeskripsikan prinsip etika yang meliputi delapan butir dalam pernyataan  IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007 (dalam bahasa pemahaman sendiri).
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawabnya sebagai bidang yang ahli dalam bidangnya atau profesional, setiap auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukan seperti dalam mengaudit sampai penyampaian hasil laporan audit.
2. Kepentingan Publik
Profesi akuntan publik memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Karena tanggung jawab yang dimiliki oleh auditor adalah menjaga kredibilitas organisasi atau perusahaan.

3. Integritas
Auditor harus memiliki integritas yang tinggi, sama seperti hal dalam kepentingan publik, auditor adalah peran yang penting dalam organisasi, dalam menjalankan tanggung jawabnya auditor harus memiliki integritas yang tinggi, tidak mementingkan kepentingan sendiri tetapi kepentingan bersama atas dasar nilai kejujuran. Sehingga kepercayaan masyarakat dan pihak – pihak lain memeliki kepercayaan yang tetap.

4. Objektivitas
Setiap auditor harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Akan tetapi, setiap auditor tidak diperbolehkan memberikan jasa non-assurance kepada kliennya sendiri, karena dapat menimbulkan tindakan yang dapat melanggar peraturan atau kecurangan.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Auditor diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai dan sikap yang konsistensi dalam menjalankan tanggung jawabnya.
6. Kerahasiaan
Setiap auditor harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasanya dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan klien atau pihak – pihak yang terkait, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku Profesional
Setiap auditor harus berperilaku yang konsisten dengan karakter yang dimiliki yang harus dapat menyesuaikan perilakunya dengan setiap situasi atau keadaan dalam setiap tanggung jawabnya terhadap klien.
8. Standar Teknis
Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati auditor adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Sumber: